Buku Penuntun Kuliah Kerja Farmasi Komunitas

Farmasi komunitas atau farmasi perapotekan sebagai salah satu sarana pelayanan kefarmasian selain instalasi farmasi rumah sakit, instalasi klinik dan puskesmas. Berbeda dengan pelayan kefarmasian lain, farmasi komunitas dikelola oleh seorang Apoteker secara mandiri sesuai dengan pengelolaan yang diatur oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pelayanan kefarmasian telah mengalamai pergeseran fokus pelayanan, dari pelayanan berorientasi produk ke pelayanan berorientasi pasien. Tradisi pelayanan semula hanya melakukan pengelolaan obat sebagai komuditas, menjadi yang komprehensig dengan tujuan akhir meningkatkan hidup pasien.

Standar pelayanan kefarmasian Farmasi Komunitas juga boleh melayani pasien untuk keperluan swamedikasi, dan justru pelayanan swamedikasi yang saat ini lebih memberi kehidupan bagi apotek di era pelayanan kesehatan dicover oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Menyikapai situasi dan kondisi tersebut, Apoteker komunitas dituntut untuk secara berkelanjutan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku guna melaksanakan interaksi langsung terhadap pasien. Bentuk interaksi tersebut meliputi pelaksaan KIE dan/atau konseling, monitoring penggunaan obat, memastikan tujuan akhir sesuai harapan dan menyelenggarakan administrasi perapotekan dengan baik. Apoteker komunitas harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error), serta mengantisipasi kemungkinan terjadi masalah terkait obat (drug related problems) baik aktual maupun potensial dalam proses pengobatan dan penjaminan mutu pelayanan kefarmasian.