Teknis Penambangan Nikel

Di Indonesia, penambangan nikel dimulai pada tahun 1901, ketika Kruyt yang merupakan seorang berkebangsaan Belanda, meneliti bijih besi di Pegunungan Verbeek, Sulawesi. Kebutuhan akan nikel berkembang sangat pesat. Dalam penggunaannya 68% digunakan sebagai campuran stainless steel, 10% digunakan sebagai paduan Ni dan Cu, 9% digunakan sebagai plating, 7% digunakan sebagai alloy steel, 3% digunakan sebagai foundry, dan 4% digunakan sebagai baterai, bahan kimia, katalis yang mengandung nikel. Secara garis besar sistem penambangan dikelompokkan menjadi 4, yaitu: sistem penambangan terbuka (surface mining), sistem penambangan bawah tanah (underground mining), sistem penambangan bawah air (underwater mining) dan tambang di tempat (insitu mining atau novel mining).

Dalam pengaplikasiannya terhitung sampai akhir 2015 penggunaan nikel sebanyak 27% dalam bidang rekayasa (engineering), 20% penggunaannya sebagai metal goods, 14% penggunaannya sebagi tubular product dan transport, 11% penggunaannya dalam bidang electro dan Electronic, dan penggunaan terakhir adalah 10% dalam bidang building and construction. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 sebagai dasar pelaksanaan hukum pertambangan Indonesia saat ini memberikan babak baru bagi dunia pertambangan yang diharapkan mampu memberikan dampak yang positif berupa kepastian hukum terhadap investasi, kemudahan berusaha di sektor pertambangan, kemajuan perekonomian dan yang terpenting bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.