Only logged in customers who have purchased this product may leave a review.
Implementasi Qr (Quick Response) Code Pada Sertifikat Tanah Elektronik
Penulis :
Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H, M.Hum
Oktaviani, S.H., M.Kn.
Editor :
Risallah Fadli, S.H.
Jumlah HalamanL
vii-177
Ukuran Buku:
16×24 Cm
ISBN: Sementara dalam Proses Ajuan
Rp79000
Buy NowPermasalahan agraria di Indonesia telah lama menjadi perhatian berbagai pihak. Tercatat sepanjang tahun 2020 terdapat total 241 kasus konflik agraria. Total kasus tersebut terjadi di 359 daerah dengan korban 135.332 kepala keluarga (KK) dan untuk tahun 2021, menurut Catatan Akhir Tahun 2021 Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) terdapat 207 kasus konflik dengan jumlah 74 konflik di sektor perkebunan, 52 konflik di sektor infrastruktur, 30 konflik di sektor aktivitas pertambangan, 20 konflik di sektor pembangunan proyek properti dan 17 konflik di sektor kehutanan yang tersebar di 507 desa/kota dengan korban yang terdampak mencapai 198.895 KK. Konflik agraria terjadi bukan hanya karena benturan kepentingan para pihak dalam praktik di lapangan, melainkan juga dipicu oleh kebijakan negara yang memang belum mengakomodir secara serius klaim pengelolaan sumber daya alam secara adat atau tradisional oleh berbagai komunitas lokal yang hingga kini masih mewarisi tradisi penguasaan lahan secara turun temurun baik individual maupun komunal. Begitu pula dengan tanah sebagai objek sengketa yang sangat sensitif. Sengketa tanah di Indonesia seakan-akan tidak pernah surut. Salah satu masalah pertanahan yang paling marak terjadi ialah kasus sertifikat tanah ganda. Sertifikat tanah ganda adalah sertifikat-sertifikat yang menguraikan satu bidang tanah yang sama, sehingga mengakibatkan pemilikan bidang tanah hak saling terjadi tumpang tindih secara keseluruhan atau sebagian. Asal mula terjadinya sertifikat ganda atau tanah sengketa akibat dari database yang tidak valid. Hal ini mengakibatkan proses pembuatan sertifikat tanah seakan tidak terseleleksi. Dikatakan demikian karena pembuatan sertifikat yang kedua dan seterusnya dari sebidang tanah, seakan baru pembuatan pertama, karena akan dikomparatif dengan database, dan ternyata datanya tidak ada. Dibalik itu pihak masyarakat sendiri belum sepenuhnya memahami akan sertifikat tanah. Sertifikat ganda menimbulkan ketidakpastian hukum, sebab apabila sertifikat itu digunakan untuk kepentingan tertentu, dapat menimbulkan ketidakjelasan hak dan kewajiban bagi pemegangnya dan berpotensi merugikan berbagai pihak, serta berpotensi memunculkan sengketa hukum di antara para pihak yang terkait. Sehingga permasalahan sertifikat ganda menjadi permasalahan yang sering muncul di masyarakat. Perbaikan sistem pengelolaan salah satunya ialah dengan menyatukan sistem hukum pertanahan dan teknologi informasi dalam suatu sistem yang berbasis digital.
Reviews
There are no reviews yet.